Peristiwa 10 November surabaya
kali ini saya akan menulis tenntang pertemburan di surabaya, batle of surabaya . peristiwa ini sangat bersejarah dan sangat penting untuk indonesia, , terimah kasih sebelumnya karena sudah mampir di blog sederhana saya
Peristiwa 10 November
Pertempuran
Surabaya
|
|||||||
Bagian dari Perang Kemerdekaan Indonesia
|
|||||||
Tentara India Britania menembaki penembak runduk Indonesia di balik tank Indonesia yang terguling dalam pertempuran di Surabaya, November 1945. |
|||||||
|
|||||||
Pihak
yang terlibat
|
|||||||
Komandan
|
|||||||
Kekuatan
|
|||||||
20,000
tentara
100,000 sukarelawan |
|||||||
Korban
|
|||||||
6,000 - 16,000 tewas
|
600 - 2,000 tewas
|
Pertempuran Surabaya merupakan
peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar
ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini
adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran
terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional
atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Kronologi penyebab peristiwa
Kedatangan Tentara Jepang ke Indonesia
Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian
tanggal 8 Maret 1942, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa
syarat kepada Jepang berdasarkan Perjanjian Kalijati. Setelah penyerahan tanpa
syarat tersebut, Indonesia secara resmi diduduki oleh Jepang.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada
sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika
Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu
terjadi pada bulan Agustus 1945.
Dalam kekosongan kekuasaan asing tersebut,Soekarno kemudian
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Kedatangan Tentara Inggris & Belanda
Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang
Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah
pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan
untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat
di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945.
Tentara Inggris datang ke
Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies)
atas keputusan dan atas namaBlok Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang,
membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara
Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara Inggris yang datang juga membawa
misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai
negeri jajahan Hindia
Belanda. NICA(Netherlands
Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara
Inggris untuk tujuan tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan
pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan
pemerintahan NICA.
Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya
Hotel Oranye di Surabaya tahun 1911.
Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang
Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh wilayah Indonesia,
gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota
Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden
perobekan bendera di Yamato
Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada
zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl.
Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru),
tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas
Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para pemuda Surabaya
melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina
kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, dan
melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di
Surabaya.
Pengibaran bendera Indonesia setelah bendera belanda
berhasil disobek warna birunya di hotel Yamato
Tak lama setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato,
Residen Soedirman, pejuang dan diplomat yang saat itu
menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui
pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu,
sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati
kerumunan massa lalu masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik dan Hariyono. Sebagai
perwakilan RI dia berunding dengan Mr. Ploegman dan kawan-kawannya dan meminta
agar bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam
perundingan ini Ploegman menolak untuk menurunkan bendera Belanda dan menolak
untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman
mengeluarkan pistol, dan terjadilah
perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang
kemudian juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan mendengar
letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan Hariyono melarikan diri ke
luar Hotel Yamato. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan
bendera Belanda. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali ke dalam hotel
dan terlibat dalam pemanjatan tiang bendera dan bersama Koesno Wibowo berhasil menurunkan bendera
Belanda, merobek bagian birunya,
dan mengereknya ke puncak tiang benderakembali sebagai bendera Merah
Putih.
Setelah insiden di Hotel Yamato tersebut, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama
antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-serangan kecil tersebut di
kemudian hari berubah menjadi serangan umum yang banyak memakan korban jiwa di
kedua belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Sukarno untuk
meredakan situasi.
Kematian Brigadir Jenderal Mallaby
Brigadir Jenderal Aubertin Mallaby
Setelah gencatan senjata antara
pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda.
Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat
dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan bersenjata di Surabaya
tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara
Inggris untuk Jawa Timur),
pada 30 Oktober 1945 sekitar pukul 20.30. Mobil Buick yang ditumpangi Brigadir Jenderal
Mallaby berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia ketika akan melewati Jembatan Merah.
Kesalahpahaman menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan
tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia
yang sampai sekarang tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut
terkena ledakan granat yang
menyebabkan jenazah Mallaby sulit
dikenali. Kematian Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak
Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh untuk mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia
menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan
administrasi NICA.
Perdebatan tentang pihak penyebab baku tembak
Mobil Buick Brigadir Jenderal Mallaby yang
meledak di dekat Gedung Internatio dan Jembatan MerahSurabaya
Tom Driberg, seorang Anggota Parlemen Inggris dari Partai
Buruh Inggris (Labour Party). Pada 20 Februari 1946, dalam perdebatan diParlemen Inggris (House
of Commons) meragukan bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak
Indonesia. Dia menyampaikan bahwa peristiwa baku tembak ini disinyalir kuat
timbul karena kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang
memulai baku tembak tersebut tidak mengetahui bahwa gencatan senjata sedang
berlaku karena mereka terputus dari kontak dan telekomunikasi. Berikut
kutipan dari Tom Driberg:
"... Sekitar 20 orang (serdadu) India (milik
Inggris), di sebuah bangunan di sisi lain alun-alun, telah terputus dari
komunikasi lewat telepon dan tidak tahu tentang gencatan senjata. Mereka
menembak secara sporadis pada massa (Indonesia). Brigadir Mallaby keluar dari
diskusi (gencatan senjata), berjalan lurus ke arah kerumunan, dengan keberanian
besar, dan berteriak kepada serdadu India untuk menghentikan tembakan. Mereka
patuh kepadanya. Mungkin setengah jam kemudian, massa di alun-alun menjadi
bergolak lagi. Brigadir Mallaby, pada titik tertentu dalam diskusi,
memerintahkan serdadu India untuk menembak lagi. Mereka melepaskan tembakan
dengan dua senapan
Bren dan massa bubar dan lari untuk berlindung; kemudian pecah
pertempuran lagi dengan sungguh gencar. Jelas bahwa ketika Brigadir Mallaby
memberi perintah untuk membuka tembakan lagi, perundingan gencatan senjata
sebenarnya telah pecah, setidaknya secara lokal. Dua puluh menit sampai
setengah jam setelah itu, ia (Mallaby) sayangnya tewas dalam mobilnya-meskipun
(kita) tidak benar-benar yakin apakah ia dibunuh oleh orang Indonesia yang
mendekati mobilnya; yang meledak bersamaan dengan serangan terhadap dirinya
(Mallaby). Saya pikir ini tidak dapat dituduh sebagai pembunuhan licik...
karena informasi saya dapat secepatnya dari saksi mata, yaitu seorang perwira
Inggris yang benar-benar ada di tempat kejadian pada saat itu, yang niat
jujurnya saya tak punya alasan untuk pertanyakan ... "
10 November 1945
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby,
penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang
menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus
melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan
diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi
tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan
bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan
/ milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa
Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat TKR
juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi
perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan
pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan
Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan
serangan berskala besar, yang diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung
pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar 30.000 infanteri,
sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.
Inggris kemudian membombardir kota Surabaya dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia
kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Terlibatnya
penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh
menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal maupun terluka.
Bung Tomo di Surabaya, salah satu
pemimpin revolusioner Indonesia yang paling dihormati. Foto terkenal ini bagi
banyak orang yang terlibat dalamRevolusi Nasional Indonesia mewakili jiwa perjuangan
revolusi utama Indonesia saat itu.
Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga bahwa
perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh
masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang
berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan
pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan
skala besar Inggris.
Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti
KH. Hasyim
Asy'ari, KH.
Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga
mengerahkan santri-santri mereka dan
masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak
begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para
kyai) shingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari,
hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya
dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur.
Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh
kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris.
Setidaknya 6,000 - 16,000 pejuang dari pihak Indonesia
tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. . Korban dari
pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 - 2000 tentara. Pertempuran
berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah
menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan
mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang
menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagaipejuang dari pihak Indonesia
tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. . Korban dari
pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 - 2000 tentara. Pertempuran
berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah
menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan
mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang
menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik
Indonesia hingga sekarang.
bagaimana menurut anda? boleh anda menambahkan artikel tentang pertempuran di surabaya, silakan berdiskusi di komentar, ayo berdikusi di komentar
Komentar
Posting Komentar